Circle Gallery

Kamis, 16 Agustus 2018

GERAKAN LITERASI SEKOLAH BERBASIS PENYEMAIAN KERAGAMAN DAN PENGUATAN NILAI PANCASILA

(Sebuah Refleksi Praktik Baik Guru sebagai Penyemai Keragaman dan Pancasila di SMAN 12 Kota Bekasi)

oleh : Endah Priyati, MPd

Literasi pemahaman Nilai Pancasila yang diproduksi  siswa SMAN 12  Bekasi
GERAKAN Literasi Sekolah di SMAN 12 Kota Bekasi yang kemudian saya beri nama GELIS merupakan gagasan yang tumbuh dari keprihatinan atas darurat literasi yakni rendahnya minat baca siswa masa kini. Minat baca yang rendah ditandai dengan keengganan berpikir kritis, kecenderungan segregasi dalam interaksi pertemanan, berwawasan sempit dan sikap intoleran terhadap nilai-nilai keragaman dan kebangsaan. Darurat literasi seperti ini saya pikir harus diatasi segera dengan menumbuhkan semangat sadar literasi yang menyenangkan.
Ketika semangat keragaman di sekolah-sekolah kita mulai terancam seperti perilaku kekerasan atas nama agama dan sikap diskriminatif telah menggejala merasuk dalam lingkungan, struktur dan sistem pendidikan tentu hal ini sangat menyedihkan. 
Hilangnya semangat keragaman ini dibarengi dengan lunturnya semangat kebangsaan dan pudarnya nilai-nilai Pancasila. Pemahaman guru tentang nilai-nilai kebhinekaan dan semangat kebangsaan yang tercakup dalam lingkup Pancasila menjadi sempit karena munculnya ideologi yang mengatasnamakan agama sebagai politik identitas perlahan mengemuka telah mengerdilkan panggilan guru sebagai penyemai keragaman, penguat benih-benih kebangsaan dan nilai-nilai Pancasila termasuk pendorong penghargaan atas keunikan, kepercayaan dan keyakinan individu. 
Padahal ruh keragaman yang menjadi prinsip dasar pendidikan berakar dari penghargaan terhadap harkat dan kemartabatan manusia yang unik, khas tak tergantikan oleh yang lain. Penghargaan terhadap keunikan dan kemartabatan individu dalam masyarakat hanya bisa muncul bila para guru yang bekerja di dalam lembaga pendidikan kita mampu mengembalikan dan menanamkan spirit keragaman. 
Ruh keragaman ditandai dengan adanya ruang-ruang kebebasan bagi individu untuk mengekspresikan keyakinan iman dan kepercayaan mereka tanpa melanggar hak orang lain serta mampu menempatkan diri secara tepat dalam konteks, ruang dan waktu yang tepat.  
Menurut saya, seorang guru yang telah memiliki kesadaran untuk menemukan kebebasan menjadi guru kreatif berarti telah menegaskan dirinya sebagai pekerja budaya. Budaya yang kini dibutuhkan dalam Kurikulum 2013 adalah budaya literasi yang diintegrasikan dengan penguatan pendidikan karakter sertakemampuan berpikir kritis, kerjasama, kreatif dan komunikatif. 
Tentu saja semua itu harus dibuktikan dengan praktik baik sebagai pendukung utama bagi guru sehingga terbangun ruang-ruang pikir bagi ekspresi kebebasan dan kreativitas yang membuat guru semakin otentik. Menjadi guru yang otentik dapat diartikan sebagai guru yang memahami nilai-nilai yang sedang diperjuangkannya tanpa terbelenggu oleh sesuatu yang sifatnya paksaan tapi kehendak sadar mengembangkan diri dan menjadikan harapan positif masyarakat sebagai kehendak mulia sehingga tumbuh komitmen, keterbukaan dan kesediaan untuk membentuk identitas dirinya.
 
Dalam menyikapi implementasi Kurikulum 2013, saya sebagai guru harus berpikir strategis untuk mengembangkan kebebasan yang berfokus pada karya inovatif dan kreatifitas terutama pada Gerakan Literasi Sekolah yang berbasis pada kesadaran menyemai keragaman dan penguatan nilai Pancasila. 

Di sekolah, saya menjadi penanggung jawab Gerakan Literasi Sekolah yang setiap hari dilakukan secara tematik 6 aspek literasi yaitu, literasi budaya, sains, digital, finansial, numerasi, dan kebahasaan yang konten narasinya melibatkan para guru bidang studi yang kompeten serta seluruh siswa. 

Konten narasi yang disajikan secara berkelompok itu diberi muatan nilai-nilai yang ada pada butir-butir Pancasila serta spirit memahami keragaman yang ditutup dengan refleksi diri terhadap permasalahan faktual yang terjadi berdasarkan data valid dan sumber yang relevan. Setelah itu hasil dari literasi harian diarsipkan untuk dipublikasikan ke website sekolah. Dengan demikian siswa diajak untuk memiliki karakter yang diharapkan seperti jujur, terbuka, kritis, kreatif, komunikatif dan mampu bekerja sama. 

Bagi saya, sadar dan sabar adalah kunci kegigihan yang membuat saya pantang menyerah. Setiap kali ada festival atau seleksi lomba apa saja yang berkaitan dengan dunia menulis tema pendidikan saya hampir tak pernah absen. Sampai suatu ketika ada Seleksi Guru Berprestasi dan akhirnya lulus dengan predikat Juara Harapan Tingkat Kota Bekasi. Para siswa pun turut semangat antusias belajarnya ketika selaput kesadaran pentingnya literasi dipahami agar ruang-ruang pikir yang cerdas, pluralis dan mencerahkan bisa terasa manfaatnya. 

Model literasi yang sudah dikembangkan di sekolah saya ini sangat mendorong minat baca anak sehingga memiliki pemahaman keragaman dan penguatan nilai Pancasila. 

Upaya ini juga bertujuan membumikan Pancasila dengan menginternalisasikan nilai-nilai Pancasila dan membangun kepribadian Pancasila sehingga warga sekolah mampu memegang teguh Pancasila dalam laku kehidupan yang didukung pengalaman belajar yang diperoleh dari proses pembelajaran. 

Internalisasi Pancasila yang sudah dilakukan secara berangsur-angsur dengan cara memberi pengetahuan sejarah lahirnya Pancasila, esensi dan makna ajarannya serta memberi penyadaran kontekstual sehingga teraplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Agar terjadi konsistensi terhadap proses internalisasi Pancasila, maka dibutuhkan upaya pembiasaan, seperti proses penghayatan, ketaatan untuk merealisasikan kemudian ditingkatkan menjadi mentalitas, yaitu terlaksananya kesatuan lahir batin, kesatuan akal budi, rasa, kehendak, sikap dan perbuatan yang menjadi karakter. 
 
Literasi digital yang kini sedang giat disosialisasikan di sekolah saya menjadi perhatian penting mengingat era abad informasi dan teknologi juga menjadi bagian yang melekat dari kehidupan kita. Ketika seorang individu sudah melek literasi digital bisa dilihat dari kemampuan berpikir kritis dan melakukan verifikasi atas setiap informasi atau berita sehingga ketika informasi masuk, maka diupayakan tidak langsung begitu saja percaya dan menerima mentah-mentah tapi dicek terlebih dahulu fakta dan kebenarannya. Dengan demikian informasi atau berita hoax (dusta/bohong) dapat diantisipasi peredarannya. 

Secanggih-canggihnya teknologi gadget dan internet, tetap saja merupakan alat yang fungsinya hanya mempermudah akses informasi dan komunikasi manusia. Sentuhan kemanusiaan seperti rasa empati, penghormatan hak orang lain, kecerdasan memahami keanekaragaman suku bangsa, budaya dan agama merupakan jantungnya universitas semesta kehidupan ini. (*)



Penulis adalah Guru Sejarah SMAN 12 Kota Bekasi dan Pendiri Taman Komik Nusantara. Aktif juga berkegiatan di Sekolah Guru Kebhinekaan Yayasan Cahaya Guru dan Komunitas SAPU LIDI (Masyarakat Pendukung Literasi Digital) yang mencegah penyebaran berita hoax di wilayah Kota Bekasi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

NEWS UPDATE

Jadwal Penerbangan Bandara Husein Sastranegara Bandung

Info Cuaca Jawa Barat